Ponpes Ambruk di Sidoarjo, Takdir atau Kelalaian Perlu Proses Hukum
4 mins read

Ponpes Ambruk di Sidoarjo, Takdir atau Kelalaian Perlu Proses Hukum

Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo mengalami tragedi yang memilukan ketika gedung musala yang sedang dalam proses pembangunan ambruk pada sore hari. Saat itu, ratusan santri sedang melaksanakan Salat Ashar berjemaah di lokasi yang seharusnya aman, menambah kesedihan atas jumlah korban yang mencapai 67 jiwa dan berbagai luka yang diderita oleh para santri lainnya.

Evakuasi yang dilakukan oleh Basarnas pada dini hari hingga siang hari berikutnya berakhir dengan penemuan 171 orang, yang terdiri dari 104 korban selamat. Namun, data terakhir menunjukkan bahwa 34 dari total korban tewas telah teridentifikasi, mengundang seruan dari keluarga agar insiden ini diproses secara hukum.

Fauzi, seorang anggota keluarga dari empat santri yang menjadi korban, menegaskan bahwa tanggung jawab hukum tidak boleh berhenti hanya karena status sosial seseorang. Dia berharap tragedi ini menjadi pelajaran yang berharga bagi semua pesantren agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

Detail Tragedi Ambruknya Gedung di Sidoarjo

Bangunan yang ambruk terdiri dari tiga lantai dan sedang dalam proses pengerjaan, ditengarai akibat kelalaian dalam pembangunan. Pengasuh Pondok Pesantren, Abdus Salam Mujib, meminta maaf kepada para wali santri dan menjelaskan bahwa kejadian tersebut merupakan bagian dari takdir Allah. Sementara itu, ia mengungkapkan bahwa struktur penopang bangunan tidak kuat, khususnya saat proses pengecoran yang berlangsung di bagian atas gedung.

Menurut Mujib, perhatian harus diberikan kepada daya dukung bangunan. Dia menyatakan bahwa proses pembangunan berlangsung lebih dari sembilan bulan, dan masalah ini seharusnya diantisipasi lebih awal.

Di sisi lain, Bupati Sidoarjo, Subandi, mengakui bahwa bangunan yang ambruk tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Hal ini menunjukkan pentingnya kelayakan dalam pembangunan, terutama di lembaga pendidikan seperti pesantren.

Pentingnya Tanggung Jawab Hukum dalam Kasus Ini

Meskipun banyak yang menganggap insiden ini takdir, sejumlah pakar hukum menegaskan bahwa hal ini bisa dihindari jika prosedur pembangunan diikuti dengan baik. Abdul Fickar Hadjar, pakar hukum pidana, menekankan perlunya penyelidikan untuk mengetahui pihak mana yang bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Ia menegaskan bahwa peristiwa ini tidak disebabkan oleh bencana alam, sehingga dibutuhkan penegakan hukum yang jelas.

Polisi juga diharapkan untuk melakukan penyelidikan yang komprehensif dan melibatkan ahli untuk mengidentifikasi kesalahan dalam proses pembangunan. Fickar meyakini bahwa penetapan tersangka tidak akan sulit dilakukan jika ada pihak yang dikenal bertanggung jawab dalam pembangunan.

Namun, situasi akan menjadi rumit jika pembangunan dilakukan tanpa pengawasan yang memadai. Jika kasus ini melibatkan kegiatan swadaya dari santri, penentuan pihak yang bertanggung jawab menjadi tantangan tersendiri.

Perspektif Sosial dan Moral Terhadap Insiden

Sosiolog Achmad Munjid menyoroti perlunya pemimpin pesantren untuk mengambil tanggung jawab terhadap insiden ini. Ia berpendapat bahwa meskipun musibah adalah takdir, tindakan kelalaian dalam pembangunan tidak bisa diabaikan. Setiap tindakan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain seharusnya dihadapi secara hukum.

Munjid menambahkan bahwa pembangunan gedung harus dilakukan berdasarkan ilmu dan perhitungan yang matang, termasuk mematuhi semua peraturan yang memastikan keselamatan. Hal ini menuntut kesadaran dari komunitas pesantren untuk tidak mengkompromikan keselamatan demi kemajuan.

Peristiwa ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pesantren. Mereka perlu memikirkan keamanan dan kelayakan dalam setiap kegiatan pembangunan yang dilakukan.

Tanggung Jawab Pemerintah dalam Standar Pendidikan

Menurut Dzuriyatun Toyibah, Dekan FISIP UIN Jakarta, pemerintah juga memiliki peran penting dalam mencegah tragedi serupa. Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan bagi masyarakat termarginal seharusnya mendapat perhatian lebih agar fasilitas yang mereka miliki memenuhi standar yang layak. Ini mencakup aspek keselamatan dan kesehatan.

Dzuriyatun menunjukkan bahwa pemerintah seharusnya bertanggung jawab meningkatkan kualitas pendidikan di pesantren, bukan hanya mengandalkan sumbangan dari masyarakat. Tanpa dukungan pemerintah, banyak pesantren yang terjebak dalam kondisi yang tidak aman.

Dalam konteks ini, langkah Menteri Agama untuk melakukan pendataan pesantren yang belum memenuhi standar sangatlah penting. Melalui upaya ini, diharapkan bisa diambil tindakan yang tepat untuk meningkatkan fasilitas pendidikan di lingkungan pesantren.

Insiden tragis di Pondok Pesantren Al Khoziny ini bukan hanya masalah di internal pesantren. Ini adalah panggilan bagi semua stakeholder, terutama pemerintah, untuk mendorong peningkatan kualitas dan keselamatan dalam lembaga pendidikan. Langkah konkret harus diambil agar tragedi serupa tidak terulang kembali di kemudian hari. Melalui pembelajaran ini, diharapkan semua pihak menyadari pentingnya keselamatan dalam setiap aspek pembangunan.