Wakil Kepala BGN Ancang Suspensi SPPG Banyumas yang Belum Dapatkan SLHS
5 mins read

Wakil Kepala BGN Ancang Suspensi SPPG Banyumas yang Belum Dapatkan SLHS

Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik Sudaryati Deyang, baru-baru ini memberikan peringatan tegas kepada pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Banyumas. Dalam sesi koordinasi dan evaluasi terkait program Makan Bergizi Gratis, ia mengingatkan tentang pentingnya segera mengurus Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) ke Dinas Kesehatan.

Acara yang berlangsung di Hotel Aston Purwokerto tersebut dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Forkompimda, Kasatpel, Yayasan, dan Kepala SPPG di wilayah Eks Karesidenan Banyumas. Peringatan Nanik menegaskan bahwa jika tidak ada langkah nyata dalam sebulan, sanksi suspensi akan dijatuhkan kepada SPPG.

“Saya beri waktu sebulan untuk mendaftarkan ke Dinas Kesehatan. Jika dalam waktu tersebut tidak ada pendaftaran, maka suspensi akan menjadi konsekuensinya,” ujarnya dengan tegas.

Peringatan ini disampaikan karena SPPG di Kabupaten Banyumas masih tertinggal dibandingkan dengan kabupaten lain di sekitar, seperti Banjarnegara, Purbalingga, dan Cilacap. Ini menjadi perhatian serius, terutama dalam hal pemenuhan standar gizi dan kesehatan publik di daerah tersebut.

Tindak lanjut dan evaluasi yang dilakukan oleh BGN menunjukkan bahwa ada kesenjangan yang mencolok. Data terbaru menunjukkan bahwa Kabupaten Banjarnegara telah mengoperasikan 46 SPPG, semuanya berhasil mendapatkan SLHS. Prestasi ini jelas menunjukkan bahwa Banyumas perlu mempercepat langkah perbaikan dalam bidang kesehatan dan gizi.

Pentingnya Sertifikat Laik Higiene Sanitasi untuk SPPG

Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) adalah dokumen yang membuktikan bahwa suatu fasilitas memenuhi standar hygiene dan sanitasi yang ditetapkan. Di bidang pelayanan gizi, kepemilikan sertifikat ini menjadi syarat mutlak untuk memastikan keamanan makanan yang disajikan kepada masyarakat. Tanpa sertifikat tersebut, kualitas makanan yang diberikan dapat menjadi tidak terjamin.

Kondisi ini terlihat sangat berbeda di Kabupaten Banyumas. Dari 116 SPPG yang terdaftar, hanya 15 yang berhasil mendapatkan SLHS. Angka ini jelas mencirikan adanya pekerjaan rumah yang sangat besar bagi pengelola SPPG di daerah tersebut. Keprihatinan ini harus segera ditindaklanjuti.

Dalam konteks kesehatan masyarakat, sertifikasi ini sangat penting dan tidak dapat diabaikan. Nanik menekankan bahwa tidak ada alasan untuk menunda pendaftaran, terutama karena prosesnya tidak memerlukan biaya tinggi. Pemerintah telah menjelaskan bahwa anggaran pada dasarnya hanya diperlukan untuk pengambilan dan pengujian sampel.

Penting untuk mengingat bahwa kesehatan anak-anak dan masyarakat luas tergantung pada tindakan nyata yang diambil hari ini. SPPG harus dengan cepat memperbaiki kekurangan yang ada, agar tidak menyakiti kepentingan umum di masa depan.

Pengelola SPPG juga didorong untuk meningkatkan kerja sama dengan Dinas Kesehatan. Keterlibatan semua pihak akan membantu percepatan pengurusan SLHS dan menambah kualitas dalam penyediaan makanan bergizi.

Tantangan dan Risiko dalam Melayani Masyarakat

Bukan hanya tantangan administratif yang dihadapi oleh SPPG di Banyumas, tetapi juga kondisi luar biasa yang mempengaruhi layanan mereka. Dalam pertemuan tersebut, Nanik juga membahas dampak bencana alam yang terjadi di beberapa wilayah, seperti Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Barat.

SPPG di ketiga provinsi tersebut tetap berkomitmen melayani masyarakat meskipun dalam kondisi darurat. Mereka bahkan mengalihfungsikan dapur untuk menyediakan makanan bagi warga yang terdampak bencana. Namun, penyediaan jasa dalam situasi sulit ini tidak tanpa risiko.

Satu insiden tragis terjadi di Aceh, di mana seorang ahli gizi meninggal dunia akibat kecelakaan saat bertugas. Meskipun demikian, komitmen para petugas tetap kuat untuk memastikan bahwa masyarakat tidak kelaparan saat bencana melanda.

Ini menunjukkan dedikasi tinggi dari pihak SPPG yang tak hanya mengutamakan kesehatan gizi, namun juga keselamatan dan kesejahteraan masyarakat saat keadaan darurat. Nanik turut mengajak semua peserta untuk mendoakan keselamatan petugas yang bertugas di lapangan.

Situasi ini juga menjadi pengingat betapa pentingnya ketahanan pangan dan kesehatan dalam setiap kondisi. Fungsi SPPG tidak hanya sebatas memberikan makanan, tetapi juga menjaga keselamatan semua pihak yang terlibat.

Pentingnya Kerja Sama dan Komitmen Publik

Dalam menghadapi tantangan ini, kerja sama antara berbagai pihak menjadi sangat penting. Kepala SPPG, mitra, dan lembaga terkait harus bersinergi untuk mencapai standar yang ditetapkan. Dukungan dari masyarakat juga diperlukan, baik dalam bentuk partisipasi maupun pemahaman akan pentingnya kesehatan gizi.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dapat berjalan dengan efektif jika setiap pihak sadar akan tanggung jawabnya. Masyarakat diharapkan untuk bertanya dan mengawasi kegiatan SPPG, agar penyediaan makanan benar-benar berkualitas dan sesuai dengan standar kesehatan yang ada.

Nanik menekankan bahwa kelancaran dan keberhasilan program ini sangat tergantung pada komitmen dan kesungguhan semua pihak. Upaya bersama akan membuahkan hasil yang maksimal, terutama dalam meningkatkan kesehatan anak dan masyarakat secara keseluruhan.

Selain itu, penting untuk meningkatkan kesadaran akan masalah gizi di masyarakat. Edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya konsumsi makanan bergizi harus terus ditingkatkan agar masyarakat tahu bagaimana menjaga kesehatan mereka sendiri.

Akhir dari pertemuan itu menyisakan harapan akan masa depan yang lebih baik dalam hal pemenuhan gizi di Kabupaten Banyumas. Kerja keras semua pihak, serta komitmen untuk bekerja sama, akan membawa perubahan yang signifikan.