
Gempa 6,5 M Sumenep Sebabkan Korban Terperangkap Reruntuhan Ponpes
Gempa bumi dengan kekuatan 6,5 magnitudo mengguncang wilayah Sumenep, Jawa Timur, pada malam hari Senin, 30 September. Dampak dari bencana ini sangat signifikan, terutama terhadap bangunan musala di Pondok Pesantren Al Khoziny yang ambruk, menimbulkan kekhawatiran akan keselamatan para santri yang terjebak di dalamnya.
Menurut informasi yang diterima dari pihak SAR, angka korban yang terperangkap cukup tinggi. Kejadian nahas ini berlangsung ketika puluhan santri sedang melaksanakan ibadah Salat Ashar berjamaah di dalam gedung yang belum sepenuhnya selesai dibangun.
Dengan tingkat kedalaman gempa yang tergolong dangkal, situasi menjadi semakin sulit. Pihak berwenang pun merespons dengan cepat untuk melakukan evakuasi dan penyelamatan terhadap korban yang tertimbun.
Dampak Gempa Terhadap Reruntuhan Bangunan di Pondok Pesantren
Kondisi reruntuhan bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny membuat proses evakuasi sangat menantang. Celah di antara material puing-puing yang awalnya cukup lebar, kini semakin menyempit akibat getaran gempa. Hal ini tentunya memperburuk kondisi para santri yang terjebak di dalamnya.
Seorang perwakilan dari Basarnas menjelaskan bahwa setelah gempa, posisi korban yang terjebak semakin terhimpit. Celah di bawah reruntuhan yang sebelumnya memiliki batas sekitar 15 cm, kini hanya tersisa 5 cm. Ini tentu mempengaruhi kemungkinan penyelamatan yang dapat dilakukan.
Proses evakuasi harus dilakukan secara hati-hati untuk menjaga keselamatan semua pihak. Tim SAR harus memastikan bahwa setiap langkah tidak merusak struktur reruntuhan yang mungkin masih tidak stabil.
Strategi Tim SAR dalam Melakukan Evakuasi Korban
Tim SAR melakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan peluang penyelamatan. Dengan lebih dari 375 personil yang dikerahkan, mereka dibekali alat-alat yang memadai untuk melakukan evakuasi di kondisi yang sulit ini. Meskipun peralatan lengkap, penggunaan alat berat harus sangat diwaspadai karena ada risiko cedera tambahan bagi para korban.
Banyaknya korban yang terjebak membuat proses ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Keselamatan para santri dan tim penyelamat menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, kehati-hatian dalam setiap langkah menjadi aspek yang sangat diperhatikan.
Emi Freezer dari Basarnas mengungkapkan, “Kehati-hatian adalah kunci utama dalam situasi ini. Memastikan satu nyawa yang dapat diselamatkan sangat berharga.” Keputusan untuk melanjutkan evakuasi disesuaikan dengan kondisi lapangan sehingga risiko dapat diminimalisir.
Data Korban dan Proses Penyaringan Informasi
Berdasarkan informasi yang dikeluarkan oleh Kantor SAR Surabaya, sebanyak 102 santri dilaporkan menjadi korban akibat runtuhnya gedung. Dari jumlah tersebut, tiga orang dinyatakan meninggal dunia, sedangkan mayoritas lainnya masih terjebak di dalam reruntuhan. Proses identifikasi dan pemangilan nama korban pun menjadi bagian penting dalam penanganan bencana ini.
Pihak berwenang terus melakukan pembaruan informasi seiring dengan perkembangan situasi di lapangan. Data terkini menjadi sangat penting bagi keluarga yang menunggu kabar mengenai santri mereka yang terjebak.
Kondisi ini menggugah empati masyarakat, serta meningkatkan keinginan untuk membantu. Berbagai upaya penggalangan dana dan dukungan moril berlangsung untuk membantu pihak yang terdampak bencana ini.