Polda Jatim Sita Buku Aktivis Paul Saat Penangkapan di Jogja
3 mins read

Polda Jatim Sita Buku Aktivis Paul Saat Penangkapan di Jogja

Polda Jawa Timur baru-baru ini mengamankan sejumlah barang bukti dari kediaman seorang aktivis asal Yogyakarta, M Fakhrurrozi, yang lebih dikenal dengan nama Paul. Penangkapan yang terjadi pada Sabtu, 27 September, ini diiringi dengan tuduhan terkait penghasutan dalam demonstrasi yang terjadi di Kediri.

Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Jules Abraham Abast, mengungkapkan bahwa pihaknya berhasil menyita berbagai barang bukti yang dianggap krusial bagi penyidikan. Bukti yang diamankan meliputi perangkat elektronik seperti ponsel dan laptop, serta dokumen penting lainnya yang berhubungan dengan dugaan penghasutan tersebut.

Pihak kepolisian menyebutkan bahwa barang bukti utama yang disita adalah ponsel, laptop, tablet, dan lima kartu ATM milik tersangka, serta satu buku tabungan yang tercatat atas nama Paul. Penangkapan ini dilakukan untuk mencegah tersangka menghilangkan barang bukti yang ada.

Proses Penangkapan dan Pencarian Barang Bukti penting

Pihak kepolisian melakukan penggeledahan di rumah Paul di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Saat penggeledahan, ditemukan banyak buku yang tidak langsung terkait dengan kasus yang menjerat Paul, dan kemungkinan besar akan dikembalikan setelah pemeriksaan lebih lanjut.

Jules menambahkan bahwa buku-buku tersebut dinilai tidak berkaitan dengan perkara, sehingga dapat dipertimbangkan untuk dikembalikan. Namun, barang-barang elektronik tetap menjadi fokus utama dalam penyidikan yang sedang berlangsung.

Paul ditangkap setelah gelar perkara yang dilakukan sehari sebelumnya oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jatim. Penangkapan tersebut dianggap penting untuk kepentingan penyidikan, agar tidak terjadi penghilangan barang bukti selama proses berlangsung.

Keterangan Resmi dari Polda Jatim Mengenai Penangkapan

Menurut Jules, penangkapan Paul dilakukan dengan pertimbangan bahwa tersangka dapat saja menghilangkan barang bukti. Oleh karena itu, pihak kepolisian merasa perlu untuk melakukan penahanan demi menjaga proses hukum yang berjalan.

Ugasan mengenai perbuatan yang dilakukan Paul mengacu pada beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, seperti Pasal 160, Pasal 187, Pasal 170, dan Pasal 55. Penetapan ini berpotensi membawa konsekuensi serius bagi Paul, jika terbukti bersalah.

Sementara itu, penangkapan ini meninggalkan pertanyaan terkait prosedur hukum yang seharusnya diikuti oleh pihak kepolisian. Menurut informasi, penangkapan mengindikasikan adanya kekhawatiran akan proses penyidikan yang mungkin terganggu.

Respon dari Kuasa Hukum dan LBH Surabaya

Direktur LBH Surabaya, Habibus Shalihin, menyatakan bahwa kliennya ditangkap berdasarkan laporan polisi Model A. Model ini merupakan laporan yang dibuat oleh anggota kepolisian ketika mereka menemukan peristiwa yang dianggap sebagai tindak pidana, tanpa menunggu laporan dari masyarakat.

Habibus menggarisbawahi bahwa penangkapan ini menikam prosedur hukum yang berlaku. Ia menjelaskan bahwa seharusnya sebelum penangkapan, Paul mendapatkan pemanggilan, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Lebih lanjut, Habibus menuntut agar proses hukum terhadap Paul diusut tuntas, dan menegaskan bahwa seharusnya harus ada dua alat bukti yang menguatkan sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka.

Kekhawatiran Mengenai Proses Hukum yang Berjalan

LBH Surabaya menilai bahwa langkah aparat penegak hukum dalam menetapkan Paul sebagai tersangka menyalahi prosedur. Menurut Habibus, seharusnya Paul diundang sebagai saksi terlebih dahulu sebelum statusnya diubah menjadi tersangka, serta mematuhi keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengatur tersebut.

Penegakan hukum yang tidak mematuhi prinsip-prinsip tersebut diungkapkan Habibus sebagai pelanggaran terhadap aturan yang ada. Dengan demikian, hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang integritas dan keadilan dalam proses hukum yang sedang berlangsung.

Pihak LBH merasa perlu untuk memperjuangkan hak-hak Paul agar mendapatkan perlakuan hukum yang adil, sesuai dengan yang diatur dalam undang-undang. Mereka menekankan, segala bentuk pelanggaran terhadap prosedur hukum harus ditindaklanjuti demi menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.