
Rektor UII Busyro Jadi Penjamin Penangguhan Aktivis Paul
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Fahid, mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terhadap penangkapan aktivis asal Yogyakarta, Muhammad Fakhrurrozi, alias Paul. Penangkapan ini dianggap bukan hanya sebagai proses hukum semata, tetapi juga menunjukkan adanya dugaan pelanggaran prosedur yang mencurigakan.
Fathul, bersama sejumlah dekan dan tokoh penting di UII, mengajukan diri sebagai penjamin penangguhan penahanan Paul. Langkah ini diambil sebagai bentuk solidaritas dan dukungan terhadap kebebasan berbicara di dalam masyarakat.
“Masyarakat harus terlibat dalam proses sosial politik di negara ini, dan penangkapan Paul seharusnya menjadi perhatian bersama kita,” tegas Fathul saat berbincang pada hari Jumat.
Peran Masyarakat Sipil dalam Demokrasi dan Keadilan
Demokrasi yang sehat memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat sipil, termasuk para aktivis, akademisi, dan jurnalis. Fathul menekankan bahwa kritik terhadap pemerintah adalah bagian penting dari mekanisme checks and balances dalam negara demokratis.
“Kita harus memahami bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan sangat dibutuhkan dalam sebuah pemerintahan yang baik,” tambahnya. Menurutnya, penangkapan Paul menunjukkan adanya semangat takut diantara masyarakat untuk bersuara.
Situasi ini bukan hanya menciptakan ketidakadilan bagi Paul, tetapi juga merugikan banyak aktivis lainnya yang berniat menyampaikan pandangan mereka. Fathul percaya, tindakan represif tersebut berpotensi menciptakan atmosfer takut yang lebih luas dalam berbicara dan beraktivitas sosial.
Dampak Penangkapan terhadap Ruang Publik dan Perdebatan Politik
Penangkapan aktivis seperti Paul membuat ruang public untuk berdialog semakin menyusut. Tak jarang, suara-suara kritis yang mengusung isu-isu penting seperti lingkungan dan keadilan sosial terpinggirkan.
Fathul mengungkapkan bahwa tindakan tersebut berpotensi menghilangkan keberanian masyarakat untuk berpendapat. Masyarakat, yang seharusnya menjadi pendorong perubahan, justru tertekan dan tidak memiliki ruang untuk berkontribusi dalam proses pembangunan bangsa.
“Negara seharusnya hadir untuk melindungi kebebasan warganya, bukan justru sebaliknya,” ungkap Fathul. Dengan adanya penangkapan aktivis, diharapkan dapat menyadarkan semua pihak bahwa kesempatan untuk berargumen adalah bagian dari hak asasi manusia yang tidak bisa diabaikan.
Urgensi Kebebasan Berpendapat dalam Sistem Demokratis
Kebebasan berpendapat adalah pilar utama dalam sistem demokratis yang kuat. Tanpa adanya kebebasan itu, negara tidak lebih dari sebuah rezim yang mengekang suara-suara kritis dan bertindak sewenang-wenang.
Fathul menegaskan bahwa harus ada pemahaman bersama bahwa keberanian berbicara dan melakukan protes adalah hal yang sehat dalam demokrasi. “Kita tidak bisa terbenam dalam ketakutan, karena itu hanya akan menguntungkan pihak-pihak yang ingin menekan suara kritis,” tuturnya.
Beliau menekankan pentingnya membangun kesadaran di kalangan masyarakat tentang hak-hak mereka. Tanpa adanya pengetahuan tentang hak-hak ini, akan sulit bagi masyarakat untuk melawan tindakan yang tidak adil.
“Kami tidak ingin keadaan ini berlanjut, karena akan mengikis nilai-nilai demokrasi yang telah diperjuangkan selama ini,” tambah Fathul.
Penanganan Kasus Paul dan Implikasinya bagi Aktivis Lain
Kasus penangkapan Paul bukanlah satu-satunya kejadian yang memperlihatkan perlunya perlindungan bagi para aktivis. Fathul juga menyoroti banyaknya kekerasan dan intimidasi yang dialami oleh mereka yang berniat menyuarakan opini di ruang publik.
Dia mengingatkan bahwa misi para aktivis sebenarnya untuk menciptakan perubahan positif, bukan untuk melawan negara. “Kegiatan mereka mungkin beragam, tetapi semangat untuk menjaga nurani bangsa adalah hal yang sama,” jelasnya.
Menjaga kebebasan berbicara dan mendorong keamanan bagi para aktivis adalah tanggung jawab semua pihak, termasuk negara. Tanpa perlindungan, aktivis akan semakin tertekan dan ruang untuk dialog akan semakin menyusut.
Dengan demikian, Fathul berharap agar pernyataan solidaritas dari UII dan berbagai pihak dapat menjadi langkah awal untuk memperjuangkan hak-hak para aktivis. “Kita membutuhkan dukungan dari semua kalangan untuk menciptakan kembali ruang bagi diskusi yang konstruktif dan produktif,” pungkasnya.
Sehingga, apa yang terjadi pada Paul seharusnya menjadi pemicu bagi semua pihak untuk melindungi hak asasi manusia dan memperjuangkan kebebasan berbicara tanpa rasa takut. Satu suara yang berani untuk membela kebenaran adalah langkah kecil untuk mengubah sistem yang lebih baik.